Senin, 30 Mei 2011

Hukum Agama dan pengaruhnya sebagai Norma Sosial.

Definisi AGAMA
Secara etimologis,istilah “agama” diambil dari bahasa Sansekerta yakni a= tidak dan gamma= kacau/rusak.Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri mendefinisikan agama sebagai Sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan/Dewa dengan aturan kebaktian dan kewajiban kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.Beberapa pendapat juga menje;askan bahwa agama secara doktrinal dapat dimaknai sebagai sistem kebenaran umum yang berdampak mengubah karakter bila kebenaran tersebut dipegang dan diyakini secara penuh.

God of the Gap dan Krisis Epistomologis Agama
Dalam kehidupan sosial.selama berabad-abad manusia sering memposisikan Tuhan sebagai God of the Gap.Maksudnya adalah,superioritas Tuhan sering ditampilkan ketika manusia sebagai makhluk intelektual tidak lagi mampu mencerna suatu misteri atau kompleksistas realitas dengan menggunakan nalar/pikiran.Hal ini secara sederhana dapat kita contohkan pada diri kita atau orang lain yang sering menggunakan kata “hanya Tuhan yang tahu” ketika menghadapi suatu masalah/pertanyaan yang tak terpecahkan dengan akal kita.Namun sering (bahkan selalu),ketika misteri tersebut telah terjawab/terpecahkan/terungkap dengan pikiran kita.Maka superioritas Tuhan yang tadi ikut disingkirkan/digeser.
Dalam kehidupan sosial (terutama pada puluhan tahun terakhir ini),Dunia menghadapi sebuah fenomena soaial yang dinamakan krisis agama secara epistemologis.Arthur D'Adamo dalam bukunya Science without Bounds,A Synthesis of Science,Religion and Mysticism menjelaskan bahwa Krisis epistomologis agama berakar pada cara pandang agama yang sempit,yakni selalu mengklaim bahwa teks teks keagamaan itu penuh claim of truth & claim of salvation.Hal ini terjadi karena teks teks keagamaan tersebut dianggap bebas dari kesalahan,lengkap,merupakan satu-satunya petunjuk keselamatan spiritual dan yang lebih terpenting lagi,semua teks teks keagamaan tersebut dianggap merupakan tulisan dan wahyu langung dari entitas tertinggi dalam alam semesta : TUHAN.
Klaim kebenaran dan penyelematan dalam agama ini,secara sosiologis telah menciptakan berbagai konflik sosial dan politik (contoh yang paling jelas adalah perang agama yang telah berlangsung sejak dimulainya peradaban manusia hingga saat ini).Hasil dari konflik konflik ini adalah timbulnya pembenaran secara mutlak pada diri sendiri,sekaligus mengklaim kebanaran absolut dari masing masing agamanya.Hal ini sudah terjadi sejak awal peradaban manusia,dan tidak pernah berhenti hingga era modern kini.

Tahapan Keagamaan menurut Whitehead
Dalam tahap memahami fenomena keagaaman ini,cukup menarik untuk mempelajari pemikiran Alfred Whitehead (1861-1947).Whitehead,dalam hal ini berpandangan secara spiritual,agama selalu menuju pada karakter individual (ini berbeda dengan pandanngan Durkheim yang menyatakan bahwa agama adalah Fakta sosial dan berkarakter komunal/bersama).Whitehead mendasari pernyataannya dengan fakta sejarah bahwa aktivitas keagamaan tumbuh secara gradual karena adanya kebutuhan spiritual dari individu manausia itu sendiri.Dalam bukunya yang berjudul Religion in the Making Kebutuhan kebutuhan spiritual ini dapat digolongkan secara bertahap,yakni :RITUAL,EMOTIONAL,BELIEF,RATIONALIZATION.

Ritual/Ritualism
Dalam tahap ritual ini,agama disadari hanya sebagai suatu tindakan/gerakan-gerakan fisik tertentu yang dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang,misalnya dalam Islam gerakan fisik ini dituangkan dalam sholat 5 waktu,dzikir dsb,dalam Kristen hal ini dituangkan dalam ritual misa/kebaktian.Gerakan fisik ini,jika dilakukan secara berulang-ulang/kontinuu akan memangkitkan emosi tertentu.Emosi ini sering diartikan sebagai “sensasi spiritual”.
Emosi/Emotional
Pada tahap ini,penghayatan pada agama tidak hanya sekedar pengulangan tindakan ritual saja,namun sudah melibatkan emosi sebagai akibat dari pengulangan ritual.penghayatan agama secra emosional pada tahap ini dinilai lebih besar energinya jika turut melibatkan orang banyak/khalayak ramai atau istilah keagamaannya :jamaah/ummat.Tahapan kedua ini memberi penekanan pada adanya pemujaan pada sosok tertentu/holy person (jika pemujaannya ditujukan pada sosok/orang/makhluk,maka ritual dan emosinya disebut Agama,sedangkan jika pemujaannya dititikberatkan pada benda/substansi material tertentu,maka ritual dan emosinya dinamakan Magic/Magis/Ghaib).
Kesaksian Imani/Believe
Pada tahap ini agama dianggap sebagai agen formatif yang penting bagi kebangkitan manusia.Pada tahap belief juga diciptakan semacam kultus/pemujaaan pada sosok tertentu yang diyakini oleh masyarakat sosial sebagai kebenaran,misalnya muncul orang orang suci,dewa2 baru yang memberi konfirmasi atau pambenaran atas keimanan tersebut.Khusus untuk tahap ini,Whitehead berpendapat bahwa keagamaan bisa saja hanya berhenti sampai pada tahap ini (jika tidak didorong pada tahap berikutnya).
Rasionalisasi/Rationalization.
Inilah tahapan tertinggi dalam keagamaan menurut Whitehead.pada Tahap ini agama tidak lagi bersifat sosial,melainkan sudah masuk dalam pandangan individual (secara kasar dapat dimaknai bahwa orang harus mengalami kesendirian tunggaluntuk mencapai tahap ini).Dalam hal ini seseorang mulai mencari kebutuhan agamanya berdasarkan nalar dan kesadaran akal manusia.Hasilnya adalah agama rasional yang tidak lagi terikat pada sekat sekat sosial yang seringkali menimbulkan masalah.Tahap ini menurut Whitehad adalah tahap yang seharusnya dicapai oleh setiap individu dalam menjalankan agamanya.Dalam masyarakat,periode Rasionalisasi ini ditandai dengan munculnya pemahaman agama secara spiritual yang lebih bebas terbuka dan tidak terbatas pada pembenaran absolut yang sempit pada agama tertentu.

Fenomena Keagamaan dewasa Ini
Di era modern ini,Agama tetap dijadikan sebagai salah satu parameter penting dalam kehidupan sosial.Tentu saja pemahaman akan keagamaan di era ini berbeda-beda antar setiap individu.Perbedaan pemahaman ini dapat kita klasifikasikan menjadi 4 macam,yakni :
Deism
Deisme adalah penyangkalan secara mutlak pada eksistensi Agama formal (spirituality yes,organized religion no).Pandangan ini tidak mempercayai adanya formalisme agama sebagai sarana manusia untuk mamahami eksistensi Tuhan.penganut Deisme meyakini bahwa formalisme agama telah menghapus nilai nilai universal dari agama sendiri.Agama agama seperti Islam,Kristen,Yahudi diramalkan akan segera runtuh (secara formal,sementara pesan pesan universalnya tetap bertahan).Deisme akhir akhir ini banyak melanda Amerika Utara dan Eropa,yang ditandai dengan penolakan sebagian masyarakat di sana akan keberadaan agama apapun.
Theo-philosopical movement (Gerakan Falsafah Kalam)
Gerakan ini sebetulnya telah ada sejak era Galileo,dimana kajian agama didasarkan pada penemuan penemuan Ilmiah,khususnya Ilmu eksakta.Gerakan ini berusaha menggunakan sains/ilmiah untuk mengkaji kebenaran doktrin doktrin Agama.Salah sati contoh dari gerakan ini adalah Christian Science Movement di USA.
Skriptualis-Ideologis.
Ini adalah pandangan yang terdapat di setiap agama,yakni mengkaji agama secara sempit dan harfiah pada kitab suci (apapun yang dikatakan kitab suci,maka itulah yang benar).Pandangan ini menjadikan sebuah agama menjadi eksklusif dan menganggap bahwa kebenaran mutlak hanya terdapat pada agamanya.Inilah pandangan yang menjamur di seluruh dunia sejak abad ke-19 yang ditandai dengan munculnya sekte-sekte fanatik di setiap agama (Wahabbi di Islam,Evangelis di Kristen,Opus Dei dsb).Dari semua pandangan keagamaan,Skriptualis-Ideologis adalah yang paling berbahaya,karena selalu menimbulkan konflik keagamaan.
Adalah hal yang ironis bahwa di Indonesia,pandangan ini sering disalah artikan sebagai kebangkitan kembali ajaran agama.Tak heran jika pandangan ini juga sering melatarbelakangi aksi kekerasan atas nama agama di Negara kita.
Etno-religious movement
Gerakan ini mulai berkembang sejak berakhirnya Perang Dunia II,yang dilatarbelakangi dengan adanya ketidakpuasan atas dominasi Dunia Barat secara politik dan ekonomi.Seperti gerakan radikalis Islam,Al-Qaeda,Gerakan Nasionalis Hindu,Gerakan Komunis di Amerika Selatan dsb.Gerakan ini juga dilatar belakangi dengan adanya keterkepungan secara geopolitik,misalnya gerakan Zionisme Israel.
Yang menarik ada seringkali gerakan etno-religious dicampur-adukkan dengan gerakan skriptualis ideologis,misalnya Al-Qaeda,yang menggunakan dalil agama untuk melancarkan aksi terorisme melawan Amerika dan dunia Barat.
Gerakan ini juga merupakan pandangan keagamaan yang berbahaya disamping gerakan skriptualis ideologis.Contoh yang paling jelas adalah aksi Pendeta Terry Jones (yang entah mencari sensasi atau kurang waras) memprovokasi umat muslim dengan membakar kitab suci Al-Qur'an pada peringatan 11 September 2010.Ini juga mematahkan stereotipe bahwa gerakan ini hanya terjadi di negara negara yang terbelakang.Kenyataannya di negara negara maju,beradab,dan berpenduduk well-educated,masih juga terjadi hal hal seperti ini.

Hukum Agama dan Norma Sosial.
Sejauh ini sudah disajikan berbagai fenomena keagamaan dan pengaruhnya baik secara individu maupun sosial.Di Indonesia,sebagai negara dengan kondisi penduduk yang multi etnis dan multi agama,tentu masalah ini tidak dapat dianggap remeh.Sejak era berdirinya negara ini,selalu timbul perdebatan dan kontroversi mengenai eksistensi agama secara formal dalam hukum dan pemerintahan.Dan hingga sekarang tampaknya masalah ini belum juga terselesaikan.Yang sering diperdebatkan adalah pilihan pilihan mengenai eksistensi agama pada hukum,yakni :

Apakah perlu menjadikan agama sebagai hukum negara?
Apakah perlu memasukkan unsur-unsur agama sebagai sumber material dari hukum negara?
Apakah sebaliknya,agama tidak diberi tempat pada urusan negara dan hukum?

Untuk menjawab hal ini,ada baiknya kita melihat penyelesaian masalah serupa di negara negara lain,dalam hal ini Prancis dan Amerika Serikta cukup menarik untuk dijadikan bahan kajian.
Prancis
Sejak era Revolusi Prancis,Prancis sendiri mempunyai konsep Laicite (baca :la.isi'te),yakni konsep negara sekuler.Pada Pasal 1 Konstitusi Prancis dinyatakan secara tegas bahwa Prancis adalah negara sekuler,dimana pemerintah tidak akan ikut campur pada urusan agama,dan semua agama diberi perlakuan yang sama (tidak memperdulikan agama mayoritas dan minoritas).Contohnya yakni larangan memakai simbol simbol keagamaan di sekolah sekolah negeri sejak tahun 2004.Dan yang terbaru akhir-akhir ini adalah larangan memakai burqa/cadar bagi perempuan muslim yang menimbulkan kontroversi.Namun sejauh ini Prancis termasuk cukup sukses dalam menjalankan konsep ini,dan terbuti sejak era Revolusi Prancis,krisis atau konflik keagamaan boleh dibilang tidak terjadi pada Masyarakat Prancis.
Amerika Serikat
Dalam masalah keagamaan,Amerika Serikat mengenal konsep Civil Religion (konsep ini kerap dikaitkan dengan sosiolog Robert Bellah,namun sebelumnya konsep ini juga pernah dikemukakan oleh para sosiolog lain seperti Dewey,Martin Marty dsb).Civil Religion artinya Amerika Serikat menganut a common civil religion-semua agama yang dianut oleh rakyat AS.tidak ada istilah state religion-agama negara dan diskursus dan politik,hukum dan pemerintahan senantiasa dijauhkan dari terminologi agama.Itu teorinya.Dalam kenyataan,seringkali orientasi agama juga memengaruhi pemerintahan.Misalnya penggunaan terminologi agama pada pemilu,dan adanya Christian Coalition pada Senat AS.
Hukum Agama di Sistem Hukum Di Indonesia
Sistem Hukum di Indonesia pada dasarnya adalah kompilasi dari Hukum Barat,Hukum Agama (Islam) dan Hukum Adat.Dan dari ketiga sistem hukum, ini kemudian dicampurkan menjadi apa yang dinamakan sebagai hukum Nasional.Seiring dengan perkembangan zaman,tentu saja kompilasi seperti terasa sangat usang dan tidak menjamin adanya kepastian hukum.
Sunaryati Hartono berpendapat perlunya satu sistem Hukum Nasional yang berkedudukan lebih tinggi dibanding ketiga sistem hukum terdahulu.Dan diharapkan bahwa unsur unsur hukum agama,adat dan barat tetap dipakai sebagai salah satu substansi hukum material,tanpa mengubah susunan sistem Hukum Nasional itu sendiri.

Hukum Sebagai Sarana Pengendalian Sosial (Sekilas mengenai Tatanan Sosial dan Pengendalian Sosial)

Struktur Sosial
Struktur Sosial merupakan salah satu perbedaan mendasar antar bidang ilmu Sosiologo Mikro dan Sosiologi Makro : jika sosiologi Mikro mempelajari situasi yang terbatas,maka sosiologo Makro berfokus pada Stuktur Sosial yang jauh lebih luas cakuannya.
Menurut Ralph Linton,struktur sosial mempunyai dua konsep penting,yakni :
  • Status Sosial yang dapat dibedakan menjadi ascribed status & achieved status.
  • Peranan (the dynamic aspect of a status).

Pranata/Institusi Sosial
Yang dimaksudkan dengan pranata sosial ialah sekumpulan status atau peranan yang berjalan stabil dan karenanya mampu memenuhi kebutuhan anggota-anggotanya.Singkatnya,pranata terdiri dari seperangkat aturan yang terlembagakan (institutionalized) dengan ciri ciri :
  • diterima oleh sejumlah besar anggota sistem sosial itu.
  • Diinternalisasikan
  • diwajibkan (dengan sanksi jika ada yang melanggarnya)

Masyarakat
Pada umumnya,ketika ditanyakan mengenai ciri ciri suatu masyarakat,maka banyak orang akan menjawab :
  • kumpulan manusia
  • hidup bersama
  • dalam waktu yang relatif lama
  • masing-masing menganggap dirinya sebagai satu kesatuan sosial/organisasi sosial.
Memang tidak salah, dan 4 faktor di atas juga adalah ciri umum suatu masyarakat.Permasalahannya adalah apakah definisi di atas betul-betul sudah memadai?Misalanya pertanyaan tentang apa yang dimaksud dengan hidup bersama? (telah menikah,tinggal serumah dsb?),apa yang dimaksud relatif lama (setahun? 2Tahun? Sewindu?),apa itu kesatuan sosial?.Ciri ciri masyarakat di atas masih terlalu umum dan membutuhkan penjelasan lebih lanjut.Dalam hal ini ada baiknya kita menyimak pendapat para ahli mengenai ciri ciri/defninisi masyarakat.
Marion Levy (1965) menyimpulakan ciri ciri masyarakat yakni :
  • masyarakat harus mampu bertahan melebihi masa hidup individu
  • rekrutmen seluruh/sebagaian anggotanya bersal dari reproduksi/perkawinan
  • kesetiaan pada suatu “sistem tindakan utama bersama”
  • adanya sistem tindakan utama yang bersifat swasembada
Talcott Parsons (1968) mendefinisikan ciri ciri masyarakat yang hampir sama dengan Levy,yakni :
  • bersifat swasembada
  • melebihi masa hidup individual
  • merekrut anggota secara reproduksi biologis (perkawinan)
  • melakukan sosialisasi pada generasi berikutnya.
Agak berbeda,namun serupa,Edward Shils menjelaskan ciri ciri masyarakat dalam 3 poin,yaitu :
  • self-sufficiency (mandiri/swasembada)
  • self-regulation (mempunyai aturan sosial tersendiri)
  • self-generation (perekrutan yang bersifat internal)

Pengendalian Sosial

Durkheim pernah menyebut tentang Fakta Sosial,yaknikekuatan paksaan dari luar individu,dimana hal ini mengendalikan perilaku dari individu itu sendiri.Di atara fakta-fakta sosial,yang paling kuat daya paksanya adalah HUKUM.
Peter L Berger dan Brigita Berger mengartikan social control sebagai : various means used by society ti bring recalcitrant (beragam cara yang digunakan oleh masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang membangkang/melawan.Dalam hal ini baiklah kita bandingkan pendapat Berger dengan Joseph S Roucek (1965).Roucek mengartikan pengendalian sosial sebagai a collective term for those processes,planned or unplannedby which individuals are taught,persuaded,or compelled to conform to the usages and life-values of groups (istilah/makna kolektif yang mengacu pada proses terencana maupun tidak terencana,ketika individu diajarkan,dibujuk,atau diaksa menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai nilai hidup kelompok.
Jadi apabila Berger mendefinisikan pengendalian diri terbatas pada individu yang membangkang/melawan,maka pengertian Roucek jauh lebih luas lagi,yakni pada semua proses sosialisasi.
Seperti yang telah dikatakan bahwa Hukum adalah sarana pengendalian sosial yang paling kuat.Hal ini terjadi dengan adanya pemberian kewenangan bagi pihak penguasa (negara) untuk memberikan sanksi secara fisik,membayar ganti rugi.denda,mencopot jabatan individu,mengucilkan dari pergaulan,dan mempermalukan individu di depan publik dsb.

Empat Teori Penting dalam Ilmu Sosiologi

Dalam ilmu Sosiologi,terdapat banyak teori teori ilmiah yang diajukan oleh para pakar.Bagian ini akan memaparkan 4 teori di antara teori-teori tersebut yang penting dalam mempelajari Sosiologi dan Sosiologi Hukum.Keempat Teori tersebut adalah :
  • Teori Struktural Fungsional
  • Teori Konflik
  • Teori Interaksi Simbolik
  • Teori Pertukaran Sosial

Teori Struktural Fungsional
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Emile Durkheim,kemudian didukung oleh sejumlah pakar lain seperti Talcott Parsons,Kingsley Davis dan Robert Merton.
Secara sederhananya,Teori ini menganalogikan masyarakat sebagai tubuh manusia,dimana tubuh manusia terdiri dari berbagai unsur unsur pembangun dan pendukung .Hal ini sama dengan masyarakat yang terdiri dari berbagai unsur unsur/bagian-bagian masyarakat yang membentuk suatu struktur yang satu.Sebagaimana halnya dengan tubuh manusia,bagian bagian masyarakat ini saling tergantung antara satu dengan yang lain.Apabila salah satu bagian ini tidak berjalan sebagaimana mestinya,maka keseluruhan struktur masyarakat terseut juga akan mandek/tidak berfungsi.Untuk mencegah hal demikian,maka Stuktur/masyarakat tersebut harus dijaga agar tetap stabil,ajeg dan tidak mengalami perubahan yang bersifat merusak.Pada teori ini Hukum bertugas sebagai penjaga status-quo (menjaga agar keseluruhan sistem masyarakat tersebut tetap stabil).Untuk peran ini,Hukum sama sekali tidak toleran dengan tindakan yang merusak sistem (hal ini akan dianggap sebagai anti-sosial).
Secara keseluruhan,teori ini berasumsi bahwa suatu sistem masyarakat berjalan dengan sebagaimana mestinya ,tertib,damai dan stabil.Disinilah kritik mulai bermunculan.Teori ini seolah seolah tidak memperdulikan realita bahwa dalam sebuah sistem kemasyarakatan,tidak semua unsur sistem itu berjalan sesuai fungsinya dan tidak pula sebuah masyarakat selalu berada dalam kondisi status-quo sebagaimana yang digambarkan oleh pendukung teori ini.Tidak heran bahwa teori ini mendapat banyak kritikan,salah satunya adalah Karl Marx yang mengemukakan Teori Konflik.

Teori Konflik
Teori ini populer dikemukakan oleh Karl Marx dan sejumlah pakar lain seperti C. Wright Mills,Appelbaum,Bottomore,Dahrendorf dsb.Sebenanrya teori ini sejalan dengan teori struktural fungsional,bahwa masyarakat itu adlah sebuah struktur yang terdiri dari bagian bagian/unsur-unsur.Namun berbeda dengan Durkheim dkk yang mengasumsikan bahwa unsur-unsur masyarakat saling bergantung dan berjalan dengan stabil,Marx justru berpendapat sebaliknya : unsur unsur masyarakat ini saling bertentangan satu sama lain,dan antar unsur unsur ini selalu terjadi konflik yang mengakibatkan perubahan sosial (khusus untuk hal ini,Marx menekankan pertentangan kepentingan yang berujung pada konflik antara kelas Borjuis dan kelas Proletar.Dan sebagaimana halnya dengan pandangan sosialis yang diciptakan olehnya,Marx yakin bahwa pertentangan tersebut akan dimenangkan oleh kaum proletar).
Sederhananya teori ini menekankan pada pentingnya disitengrasi dan konflik pada sebuah sistem sebagai proses perubahan,dimana seluruh unsur masyarakat pun turut terlibat dalam menciptakan disitengrasi sosial.Namun apakah konflik selalu berujung pada destruktif?Dalam hal ini Jonatahan H Turner mengemukakan hal yang menarik : konflik tidak selalu berujung pada kehancuran,namun sebaliknya justru dapat memperkuat sistem (masyarakat),baik secara parsial maupun integral.Contoh yang paling konkrit adalah,persaingan antar pelaku usaha yang menimbulkan kreativitas dan memacu perekonomian secara sehat.

Teori Interaksi Simbolik
Para “pemuka” dari teori ini adalah George Herned Mead,Manford Kuhn,Herbet Blumer.
Teori ini bersandar pada kenyataan bahwa,sebagai makluh sosial,sejak dilahirkan manusia selalu dikelilingi dengan simbol-simbol,dan dengan simbol-simbo inilah manusia menggunakannya tidak hanya untuk sekedar berinteraksi dan berkomunikasi,namun juga berpikir.Setiap individual berusaha memahami sebuah fenomena,gejala,bahkan individu lain dengan menggunakan persepsinya pada simbol tersebut.Ini mengakibatnya suatu peristiwa/fenomena bisa dimaknai berbeda oleh tiap individu karena adanya perbedaan pemahaman tentang simbol tadi.

Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Peter Michael Blau,James S Coleman,George C. Hommans dan Peter P. Ekeh.Dasar dari teori ini adalah sifat manusia yang penuh pamrih.
Ketika melakukan sebuah interaksi,seorang manusia pasti ingin mendapatkan imbalan/hasil dari interaksinya tersebut.Selain itu,manusia juga memperhitungkan keuntungan/imbalan yang ia terima dengan kerugian/biaya yang ia keluarkan ketika melakukan interaksi (hal ini adalah pilihan rasional dan pada tahap ini terjadi pertukaran/exchange antara imbalan dan biaya-take and give).Secara umum,proses take and give ini bisa dianalogikan dengan transaksi jual beli pada ilmu ekonomi (pertukaran ekonomi) Perbedaannya adalah :pada pertukaran sosial,prestasi dari para pihak tidak harus spesifik.Jika pada pertukaran ekonomi terjadi pertukaran Kewajiban,maka pada pertukaran sosial terjadi pertukaran harapan.

Proses Sosial

Pada Artikel pertama telah dijelaskan oleh S Soemardjan dan S Soemardi bahwa objek kajian sosiologi adalah Struktur dan Proses Sosial,dimana keduanya menunjukkan sisi statis/diam dan dinamis/flexibiltas dari suatu sistem masyarakat.Proses Sosial adalah sisi yang dinamis dari suatu masyarakat.
Secara sederhana Proses Sosial adalah cara berhubungan secara timbal balik di anatara individu/kelompok.Proses Sosial ini menimbulkan Perubahan Sosial,dan bentuk bentuk dari hubungan antar individu/kelompok ini dinamakan Interaksi Sosial,dan ada dua hal penting untuk menciptakan suatu Interaksi Sosial,yakni :
  • KONTAK SOSIAL (Kontak Sosial bisa terjadi secara positif atau negatif,an secara primer/tatap muka atau sekunder/menggunakan alat bantu komunikasi)
  • KOMUNIKASI,yang terdiri dari 5 unsur (komunikator,komunikan,pesan,media,efek) dan 3 tahapan (encoding,penyampaian,decoding)

Untuk mempelajari interaksi sosial ini maka diperlukan teori Sosiologi yaitu teori Interaksionis Simbolik (penjelasan detail mengenai teori ini akan dimuat pada Artikel 4 : Empat Teori Penting dalam Ilmu Sosiologi).Berdasarkan Teotri Interaksi Simbolik,subjek atau individu bertindak berdasarkan pemahaman/makna yang dimilikinya akan suatu simbol.Untuk lebih jelasnya,maka teori ini dapat kita jabarkan dalam 3 unsur utama,yaitu : ACT (subjek bertindak),THING (terhadap sesuatu hal/benda),MEANING (berdasarkan makna/pemahaman/pandangannya terhadap hal/benda tersebut).
Untuk lebih jelasnya ada baiknya kita pahami contoh berikut ini : UU No 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan dibuat oleh para legislator (DPR) yang menjabat pada waktu itu (1974).Interpretasi mereka mengenai UU No 1/1974 sudah pasti jauh berbeda dengan para legislator yang sekarang.Misalnya,penafsiran para legislator tahun 1974 mengenai pasal 1 ayat 2 UU No 1/1974 sudah pasti tidak sama dengan penafsiran para legislator tahun ini (2011) terhadap pasal yang sama.Contoh lain juga bisa diterapkan pada pandangan masyarakat pada koteka (pakaian tradisional suku-suku Papua),bagi sebagian orang,koteka dianggap bukan pakian,dan menjurus ke arah pornografi.Namun magi masyarakat asli Papua dan kalangan budayawan,koteka dianggap hal yang wajar dan merupakan suatu warisan budaya.Dengan ini bisa dijelaskan bahwa pemahaman tiap individu mengenai suatu hal/benda/simbol bisa berbeda-beda ,dan pemahaman atau pemaknaan (Meaning) yang berbeda-beda ini akan menghasilkan tindakan yang berbeda beda pula (Act),pada benda/objek/hal/simbol yang sama (Thing).

Bentuk Bentuk Interaksi Sosial

Secara sederhana bentuk bentuk Interaksi Sosial dapat kita golongkan seperti berikut :
Interaksi Sosial Asosiatif
Koperasi
Koperasi Timbul karena adanya kecenderungan dari tiap individu yang mempunyai kepentongan yang sama.Ada tiga bentuk Koperasi,yakni :
  • Bargaining : Kerjasama berupa barter (saling tukar antar barang/jasa),misalnya jual beli di pasar tradisional.
  • Co-optation :Kerjasama dengan menerima nilai/unsur baru dari pihak yang lebih kuat posisi tawarnya.Contoh :jual beli dengan klausula baku.
  • Coalition kerjasama dari beberapa pihak yang berbeda secara struktur/karakter,namun mempunyai kepentingan yang sama.Kerjasama jenis ini ahanya terjadi selama para pihaknya masih mempunyai kepentingan (yang sama).Begitu kepentingan yang dimaksud telah tuntas/terlaksana,maka para pihak yang tadi tidak lagi bekerja sama.Kerjasama antar Partai Politik adalah salah satu contohnya.
Akomodasi
Akomodasi timbul karena adanya upaya dari para pihak untuk menciptakan keseimbangan untuk meredakan pertentangan yang timbul di antara mereka.Bentuk bentuk akomodasi adalah :
  • Toleration : Salah satu pihak berusaha mengalah/menghindar.
  • Coercion : Salah satu pihak menundukkan diri pada pihak lain sebagai yang kalah.
  • Compromise :Para pihak saling menurunkan tuntutannya lewat perundingan bersama.
  • Adjudication : Penyelesaian sengketa antar para pihak lewat jalur lembaga peradilan.
  • Arbitration : Penyelesaian dengan menunjuk pihak ketiga sebagai arbiter.
  • Mediation : Penyelesaian dengan menunjuk pihak ketiga sebagai mediator.
  • Conciliation : Penyelesaian dengan menunjuk pihak ketiga sebagai fasilitator.
  • Stalemate : Berhentinya konflik antar kedua belah pihak karena adanya jalan buntu/deadlock.

Asimilasi
Asimilasi terjadi karena ada satu pihak yang mengindentifikasikan dirinya sama dengan pihak lain yang lebih kuat/dominan.Faktor-faktor yang mendukung asimilasi adalah adanya kesamaan kebudayaan/peradaban,sikap toleran dan pembukaan diri,perkawinan campuran (amalgamasi),adanya musuh bersama (common enemy),dan dukungan dari pemerintah.

Akulturasi
Akulturasi timbul karena para pihak yang berhubungan saling membuka diri sehingga terjadi pertukaran kebudayaan,dan diterima secara positif sebagai adat/kebudayaan baru.(Ini berbeda Asimilasi,dimana salah satu pihak menarik diri masuk pada pihak yang lebih dominan).


Interaksi Sosial Disasosiatif
Kompetisi
Kompetisi adalah hubungan antar dua belah pihak yang saling beberda kepentingan sehingga timbul perlombaan untuk memperebutkan suatu hal tertentu yang dirasa berguna bagi kedua belah pihak,baik secara pribadi maupun kelompok.Contoh : pertandingan olahraga atau persaingan memperebutkan jabatan anggota legislatif.

Kontravensi
Kontravensi timbul karena adanya perbedaan pemahaman/pandangan antara kedua belah pihak mengenai suatu hal,sehingga timbulnya sikap menentang (namuna sampai pada tahap ini masih bersifat non fisik).Contoh : Pertentangan anatar generasi (tua dan muda),mengenai eksistensi suatu tradisi/budaya.

Konflik
Konflik timbul sebagai akibat dari pertentangan antara para pihak yang saling berusaha mencapai tujuannya masing-masing an beruju pada penggunaan kekerasan fisik.Contoh : Perang.
Menurut C.J.M Schyut (1981) ada 6 cara yang bisa digunakan sebagai penyelesaian konflik,yakni :
  • Penundukan salah satu pihak terhadap pihak yang lain
  • Musyawarah antar kedua belah pihak
  • Penyelesaian lewat pihak ketiga sebagai perantara
  • Penyelesaian lewat mekanisme peradilan
  • Penyelesaian lewat administrasi politik pemerintah
  • Penyelesaian lewat kekerasan.
Metode penyelesaian semacam ini uga dikenal dengan istilah “metode tapal kuda” atau hoefijzer model

Fakta Sosial dan Tindakan Sosial

Pada artikel sebelumnya telah dipaparkan secara singkat mengenai objek objek kajian Sosiologi yang diterangkan oleh para ahli.Keseluruhan objek objek kajian sosiologi yang telah disebutkan dapat disederhanakan menjadi 2 objek dasar,yakni Fakta Sosial dan Tindakan Sosial.
Fakta Sosial sebagai objek kajian sosiologi pertama kali dikemukakan oleh Emile Durkheim,yakni tindakan individual yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersal dari luar individu itu sendiri (faktor external).Dalam hal ini Durkheim sendiri menggunakan teori Fakta Sosial dalam fenomena bunuh diri.Durkheim menggolongkan beberapa jenis bunuh diri berdasarkan faktor-faktor external yang mempengaruhinya,yaitu :
  • Bunuh diri Altrutistik.Bunuh diri semacam ini biasanya dilakukan karena adanya dorongan dari suatu figur/ideologi tertentu yang diyakini oleh si individu sebagai legitimasi atas tindakan bunuh dirinya.Contoh yang paling konkret misalnya aksi pilot bunuh diri Kamikaze Jepang dan aksi bom bunuh diri oleh sekte sekte militan yang mengatsnamakan jihad dan agama.
  • Bunuh diri Egoistik.Yaitu bunuh diri yang dilakukan oleh orang yang kurang diperhatikan secara sosial oleh masyarakat.Sehingga pada akhirnya yang bersangkutan akan kembali pada ego alamiahnya : menghilangkan nyawanya untuk memperoleh perhatian di sekitarnya.Biasanya tipe tipe individu yang melakukan bunuh diri Egoistik,akan melakukan aksi bunuh dirinya di tengah kumpulan individu lainnya-berhubungan dengan upayanya untuk mendapatkan perhatian dari masyarakat (misalnya di pusat perbelanjaan,pasar dsb).
  • Bunuh diri Anomik.Secara sederhana dapat dipaparkan,bahwa tipe bunuh diri seperti inidilakukan oleh individu yang tidak sanggup untuk mengikuti arus sosial di lingkungan sekitarnya.Contoh yang cukup menarik adalah aksi bunuh diri seorang mantan narapidana Prancis di Sungai Seine pada tahun 1957.Si narapidana telah dipenjaran selama belasan tahun di Pulau Setan (salah satu pulau di French Guyana,jajahan Prancis).Ketika dibebaskan ,si narapidana kaget,shock akan kehidupan sosial di masyarakatnya yang sangat bebas.Si narapidana akhirnya tidak sanggup untuk mengikuti arus kehidupan di luar penjara dan akhirnya mengakhiri hidupnya sendiri.Selain itu bunuh diri akibat tekanan pekerjaan atau akademik uga dapat dikategorikan sebagai bunuh diri jenis Anomik.

Adapun teori mengenai tindakan sosial dikemukakan oleh Max Weber.Berlawanan dengan Durkheim,Weber malah melihat adanya faktor internal dari individu yang mendorong individu tersebut untuk melakukan interaksi (pemaknaan subjek atas sekitarnya).Faktor faktor internal inilah yang dinamakan sebagai Tindakan Sosial.

Pengenalan terhadap Sosiologi dan Sosiologi Hukum


Asal Istilah Sosiologi

kata “SOSIOLOGI” untuk pertama kali ditemukan dalam buku Auguste Comte (1798-1853) yang berjudul Course de Philosophie Positive.Secara etimologis Sosiologi berasal dari kosakata Latin yang terdiri dari socius (kawan/masyarakat) dan logos (ilmu).

Comte dan Pendekatan Positivisme

Auguste Comte (1789-1853) dikenal oleh dunia Ilmu sebagai “Bapak Sosiologi”.Selain karena istilah “sosiologi” yang pertama kalo dipakai di bukunya,Comte juga dikenal mengeluarkan teori Positivisme yang menjadi dasar dalam ilmu Sosiologi.
Menurut Comte,sejarah membagi masyarakat dalam tiga tahap ilmiah,yakni :
  • Tahap Teologis/Fiktif.Pada tahap ini Manusia sebagai individual maupun sosial digolongkan sebagai tingkat “kanak-kanak”,dimana unsur-unsur mistik,magis,supranatural yang tidak rasional masih mendominasi (superioritas keagamaan juga termasuk ciri ciri tahap ini).Pada tahap ini rasionalitas dan logika manusia masih “tertutup” dan tidak dijadikan sebagai sarana pemecahan masalah.
  • Tahap Metafisis/Abstrak.Pada tahap ini,unsur supranatural pada tahap teologis masih berperan,namun manusia sudah mulai berusaha untuk mendominasi unsur supranatural,misalnya dengan mengeluarkan pendapat-pendapat mengenai Alam semesta.entitas Tuhan.materi yang spekulatif.Era Rennaissance/Aufklarung dapat digolongkan pada tahap ini.
  • Tahap Positif.Pada tahap ini manusia secara 100 % menggunakan akal dan rasio untuk menjelaskan suatu fenomena atau gejala.Unsur Supranatural tidak lagi mendominasi di sini,sebaliknya unsur supranatural dapat dikendalikan oleh manusia dengan kemampuannya sendiri.

Hal-Hal Yang Menjadi Kajian Sosiologi
Ada bermacam macam pendapat para akar mengenai hal hal kajian sosiologi,diantaranya adalah :
  • Pitirim Sorokin (1923).Sorokin beranggapan bahwa Sosiologi mengkaji mengenai hubungan timbal balik antara aneka gejala sosial,dan hubungan timbal balik antara gejala sosial dengan non sosial.
  • Roucek dan Warren (1962) : Sosiologi mengkaji hubungan antar-manusia di dalam sebuah kelompok.
  • S.Soemardjan & S.Soemardi (1962) : Sosiologi mengkaji mengenai stuktur sosial dan proses sosial.
  • Ogbum & Nimkoff (1964) : Sosiologi mempelajari interaksi sosial dan hasil dari interaksi tersebut (organisasi sosial).
  • Van Doorn & Lammers (1964) : Sosiologi mempelajari mengenai struktur dan proses kemasyarakatan yang stabil.

Kompleksitas Ilmu Sosiologi dan Korelasi antara Sosiologi dengan Sosiologi Hukum.

Sosiologi sering dijabarkan sebagai cabang ilmu yang sangat komplex dibandingkan ilmu eksakta.Hal ini disebabkan banyaknya variabel dari objek kajian Ilmu Sosiologi itu sendiri.
Untuk ini baiklah kita menggunakan definisi dari S. Soemardjan & S. Soemardi sebagai acuan.Soemardjan dan Soemardi menyatakan bahwa objek kajian Sosiologi adalah Struktur Sosial dan Proses Sosial.Struktur Sosial adalah keseluruhan jalinan unsur-unsur sosial yang pokok,yakni norma norma sosia,kelompok sosial,lembaga sosial dan lapisan sosial.Adapun Proses Sosial adalah pengaruh timbal balik dalam beragam segi kehidupan sosial.Hal ini menyebabkan munculnya beragam variabel yang sifatnya fleksibel dalam objek kajian sosiologi.
Salah satu cabang dari ilmu Sosiologi adalah Sosiologi Hukum.Sosiologi Hukum dalam hal ini,berbeda dengan Ilmu Hukum yang memakai pendekatan normatif dalam mempelajari hukum (berlandaskan pada undang-undang atau peraturan hukum tertulis),Sosiologi Hukum mempelajari hukum dengan pendekatan empirik,yakni berlandaskan pada kenyataan hukum yang terjsdi di antara masyarakat.
Sosiologi Hukum berangkat dari ketidakpercayaan/keragu-raguan akan semua pernyataan normatif hukum (hukum nsecara normatif selalu memposisikan diri bahwa pelaksanaan akan sejalan dengan apa yang dituliskan).Adapaun tiga ciri ciri spesifik dari Sosiologi Hukum adalah :
  • Menjelaskan tentang reaksi masyarakat mengenai hukum itu sendiri (penerapan hukum secara riil di masyarakat).
  • Menguji kesahihan secara empiris dari suatu peraturan hukum,kebijakan penguasa,dan/atau putusan pengadilan.
  • Tidak membedakan antara perilaku sosial yang menyimpang dengan yang menaati hukum.